27/08/14

MIMPI DIA


Dia hanya seorang wanita paruh baya yang memperjuangkan dirinya dan kedua anak perempuannya untuk tetap hidup. Dia tak mengharapkan belas kasihan dari orang lain, karena sudah terlalu lama dirinya diabaikan. Sudah terlalu banyak malam Dia lewatkan dengan perut kosong, Dia makan hanya satu kali dalam sehari, itupun hanya dengan garam dan tahu atau tempe. Jika Dia beruntung Dia dan kedua anak perempuannya bisa menikmati ikan asin jambal roti seminggu sekali. Tetangganya melihat keadaannya, kepala desapun tahu persis keadaannya, tapi hanya ungkapan iba saja yang didapatnya, bukan kebutuhannya, makanan.

Dia tak mau bergantung pada keluarganya, kebanyakan dari mereka juga mempunyai kehidupan yang tidak lebih baik darinya. Tak mungkin Dia meminta pertolongan pada keluarganya yang lain sedangkan keluarga terdekatnya saja, suaminya, tidak mau menafkahinya. Sedari Dia menikah tak sepeserpun Dia menerima nafkah dari suaminya, dan sudah 10 tahun belakangan ini suaminya tak kunjung pulang, entah pergi kemana, Diapun sudah mati rasa, tak peduli lagi.

Dia terjebak dalam kebiasaan masyarakat dikampungnya yang apatis terhadap perempuan bersekolah tinggi, karena itu hampir seluruh perempuan di kampunya hanya berijasah SD, sisanya malah tak beijasah sama sekali. Dia menjadi korban pernikahan dini karena dipaksa menikah oleh orang tuanya di usia yang masih sangat muda, 13 tahun. Hanya berbekal ijasah SDnya itu ia bertahan hidup, mencari kerja apapun asal halal dan bisa memberi makan kedua anaknya.

Hari demi hari Dia lalui hanya dengan tujuan hari esok ia dan kedua anak perempuannya bisa makan. Saat umur anak-anaknya cukup untuk sekolah, Dia tak mau mengabaikannya dan menerima nasib bahwa dirinya terlahir dari keluarga miskin dan tak mempunyai uang yang lebih untuk menyekolahkan anaknya. Tak tanggung-tanggung tiga pekerjaan Dia kerjakan sekaligus, subuh sampai pagi Dia menjual sayuran dipasar, setelah itu Dia menjadi tukang cuci keliling, dan malam harinya ia berjualan makanan keliling. Semua itu Dia lakukan demi satu tujuan, yakni agar anak-anaknya bisa bersekolah.

Dia tak mau kedua anak perempuannya seperti dirinya, tak mencicipi bangku sekolah menengah pertama (SMP) dan atas (SMA). Dia juga tak mau anak-anaknya kehilangan masa kanak-kanak dan masa remajanya karena harus menikah diusia dini. Walau orang-orang disekitarnya mencibirnya dan menganggapnya tak sadar diri, Dia tetap bertekat tak mau kedua anaknya terjebak dengan lingkaran kebiasaan yang salah.

Dia tak berani bermimpi anaknya menjadi orang besar, ia cukup tahu diri. Tapi baginya anaknya dapat bersekolah sampai tingkat SMA dan dapat bekerja kantoran, itu saja sudah cukup. Dia pun tak ingin anak-anak perempuannya mendapatkan suami seperti ayah mereka, yang tidak pernah memiliki pekerjaan dan tidak pernah bertanggung jawab pada keluarganya. Dia ingin anak-anaknya mendapatkan pria yang lebih baik dan bertanggung jawab.

Kini diusianya yang tidak muda lagi, Dia tetap tak memanjakan tubuhnya. Dia tak menggubris rasa sakit yang diderita kakinya, karena terlalu lelah dan terlalu sering terkena air dari mencuci pakaian yang banyak. Dia sadar bahwa memanjakan tubuhnya, walau hanya sesekali, adalah sebuah kemewahan yang tak mungkin didapatkannya. Selain berusaha Dia selalu berharap dan berdoa agar kedua anak perempuannya punya kehidupan yang lebih baik dari dirinya.

Dia, begitulah semua orang memanggilanya dan mereka semua melupakan nama lengkapnya, Mahardia Suhendar. Dia adalah ibuku yang membebaskan aku dan adik perempuanku dari kebodohan, sehingga aku bisa lulus SMK dan memiliki pekerjaan kantoran. Semangatnya membuatku tak cepat puas sehingga kini aku bisa mencicipi bangku kuliah dengan hasil dari pekerjaanku sendiri. Perjuangannya untuk kami, anak-anaknya telah mengantarkan adikku mendapatkan beasiswa penuh di Universitas terbaik dikota Bandung, ITB. Yah.. Dia adalah ibuku, Dia adalah pahlawanku, yang membebaskan aku dan adikku dari kekelaman masa depan kami. Karena Dia anak-anak miskin seperti kami bisa mewujudkan mimpi kami mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Karena Dia aku dan adikku bisa mempunyai mimpi yang besar dan mimpi kami adalah membawa Dia menuju tanah suci, Mekah. 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

seperti pendaki yang hanya meninggalkan jejak, akupun ingin pembaca blogku meninggalkan pendapat dan saran. Terima kasih