-- Mimpi Ria --
Ria berdiri di depan pintu masuk sebuah sanggar tari di kota Bandung. Perasaannya tak menentu saat ini, ia tak yakin apa yang harus ia lakukan. Pikiran melarangnya melangkah, tapi hatinya mengatakan ini yang ia inginkan. Ia teringat lagi kata-kata ayahnya tiga hari yang lalu saat ia meminta ijin untuk menekuni dunia tari yang ia sukai.
“Ngga
Ria!, sudah berapa kali ayah bilang sama kamu, ayah ngga suka kamu ikut
kegiatan-kegiatan yang ngga jelas seperti ini” kata ayahnya sambil
menunjuk-nunjuk kertas di atas meja kerja ayahnya, kertas yang tadi Ria
tunjukan pada ayahnya.
“Tapi
yah, aku kan cuman menari saja” aku Ria memelas kepada ayahku.
“Nah itu dia, ini cuma menari.
Ini bisa menguras waktu kamu. Lebih baik kamu pake waktu dan tenaga kamu untuk
kegiatan yang bisa mempercepat kamu lulus menjadi dokter” tolak ayah Ria lagi.
“Yah, aku mohon ijinin kali
ini aja, Ria janji ini gak akan menghambat kuliah Ria. Ria sangat suka menari
yah” aku Ria memohon, mataku sudah berkaca-kaca dan sebutir air mata lolos dari
mata kiriku. ‘Ya Tuhan aku sangat menginginkan ini, menari sudah menjadi
kesenangannya bagiku dan menjadi seorang
penari profesional sudah menjadi mimpiku sedari kecil, tolong jangan
jauhkan itu dariku’, doa Ria dalam hati.
“Ayah
bilang ngga ya ngga, Ria, kalau kamu terus memaksa ayah akan kurangi uang jajan
kamu! Dan ayah ngga main-main kali ini!” kata ayahnya dengan suara tinggi
“Pokonya dalam tiga tahun kedepan kamu harus sudah lulus dan menjadi
dokter, titik! Ngga ada satu halpun yang boleh mengahalangi itu” tambah ayahnya
lagi sambil meninggalkan Ria sendiri di ruang kerja ayahnya
Selama
tiga hari kemarin Ria hanya menangis di kamarnya, ia memandangi kertas
pengumuman yang ia telah tunjukan pada ayahnya. Kertas pengumuman perekrutan
penari dari sebuah sanggar tari yang cukup terkenal di kota bandung. Ria dari
dulu selalu senang melihat tarian karena itu ia selalu mengikuti
ekstrakulikuler menari di sekolahnya. Walau ayahnya selalu melarangnya menari,
Ria selalu bisa berdalih kalau nilai ekstrakulikuler adalah nilai yang wajib di
sekolah, karena itu ayahnya dengan terpaksa mengijinkannya mengikuti ekskul
menari.
Tapi saat
kuliah, ekstrakulikuler bukanlah mata pelajaran yang wajib diikuti semua siswa,
karena itu ayahnya tak pernah mengijinkan Ria mengikuti kegiatan yang tidak
berhubungan dengan kedokteran. Obsesi ayahnya agar anaknya sama seperti
dirinya, menjadi seorang dokter, telah membuatnya terkungkung dalam mimpi
ayahnya, bukan mimpinya sendiri.
Sedari
dulu Ria selalu bekerja lebih keras. Walau fisiknnya lelah ia selalu memaksakan
dirinya untuk belajar. Ia harus mendapatkan nilai yang baik agar ayahnya tak
punya alasan untuk melarangnya menari, karena toh kegiatan itu tak mengganggu
prestasinya di sekolah. Tapi haruskah mimpinya ia pupuskan saat ini, haruskah
menyerah saat perjuangannya sudah sejauh ini dan haruskah ia hidup dalam mimpi
orang lain dan mengabaikan mimpinya sendiri. Hati Ria berteriak, ia meremas
kertas pengumuman tersebut dan membulatkan tekadnya! Ia tak mau dan tak akan
pernah membuang mimpinya!. Ia sudah memutuskan, ia akan mengikuti tes tari di
sanggar tersebut, karena itu mimpinya, mimpi yang membuat hidupnya berwarna,
mimpi yang telah membuatnya kuat untuk melangkah kedepan.
Tapi ia
pun tak akan membuang mimpi ayahnya, ia pun akan menjadi seorang dokter untuk
ayahnya. Biar bagaimanapun ia menyayangi ayahnya dan begitu pula sebaliknya, ia
takkan mau memupuskan mimpi orang yang ia sayang. Selama ini ia telah berhasil
berjuang untuk mewujudkan mimpi ayahnya dan mimpinya sendiri. Begitu pula saat
ini ia pasti bisa menjalani kedua mimpi tersebut. Walau semua bilang sulit dan
tak mungkin ia akan menjadikannya mungkin!. Ia sudah memutuskan ia akan menjadi
dokter yang hebat untuk ayahnya dan ia akan menjadi penari yang hebat untuk
dirinya sendiri
Kemudian
Ria memasukkan kertas pengumuman yang dipegangnya ke dalam tas yang ia bawa dan
berjalan dengan pasti memasuki studio sanggar tari yang ada dihadapannya saat
ini.
“Mba saya
mau ikut tes untuk penari sanggar” kata Ria pada resepsionis yang ada di depan
pintu masuk sanggar
“Baik
dengan mba siapa?” tanya resepsionis itu ramah
“Ria
Sudarma, calon dokter dan penari profesional” aku Ria sambil tersenyum yakin
menarik dan inspiratif...gut lak,,,
BalasHapus